Jumat, 29 April 2011

Andre dan Hai Kartini

Wahai ibu kita Kartini…
Putri yang mulia…
Sungguh besar cita-citanya…
Bagi Indonesia...

              Sudah berulang kali lirik lagu tersebut terdengar oleh Andre. Sampai ia merasa bosan dengan lagu yang tiap hari dinyanyikan di ruang serba guna sekolahnya itu. Para siswi kelas sepuluh menyanyikan lagu Ibu Kita Kartini untuk menyambut hari Kartini pada 21 April. Sekolah tersebut memang rutin menyelenggarakan hari Kartini tiap tahunnya.

             Sepulang sekolah Andre langsung mengganti bajunya dan bersiap-siap untuk bermain basket dengan Dani dan Rea. Mereka sahabat dari kecil yang memang sudah sangat dekat. Mereka biasa main basket di halaman belakang rumah Rea yang memang cukup luas. Tetapi sesampainya di sana, Andre hanya bertemu Rea yang sedang asyik memantul-mantulkan bola. Ia pun bertanya pada Rea,
“Re, mana si Dani?”
“Gak tahu tuh, akhir-akhir ini emang suka ngilang tu anak” jawab Rea santai
“Kira-kira kemana ya?”
“Ngg…baru dapat hobby baru kali ya? Soalnya kemarin gue liat tu anak maen futsal ama Rio cs”
Andre hanya terdiam begitu mendengar berita tentang teman kecilnya itu. Akhirnya ia bermain basket bersama Rea dengan taruhan yang kalah mentraktir di kantin. Setelah bermain, Andre pun sukses mengalahkan Rea. Rea hanya terdiam mengetahui kekalahannya. Karena telah letih, mereka pun duduk-duduk sambil menikmati minuman isotonik dingin. Setelah terdiam beberapa saat, Andre kemudian bertanya pada Rea,
“Re, hari Kartini lo ikutan pake kebaya gak?”
“Ya iyalah…” jawab Rea singkat
“Haaah?! Serius lo?”
“Emangnya kenapa?”
Andre menahan tawanya dan kemudian kembali berkata,
“Orang kayak lo make kebaya? Wahaha…gak banget deh…kayak emak-emak tahu…
Gak malu lo?”
“Ah…lo mah gitu…gak pernah dukung gue…gini-gini gue kan cewek…pingin juga
feminin dikit…” jawab Rea kesal
“Alah…udah deh…gak cocok lo pake yang begituan…yang jelas gue bakalan jadi
orang pertama yang ngetawain lo kalo liat lo make kebaya. Udah ya gue mau cabut
nih…”
Andre pun meninggalkan Rea yang masih kesal dengan perbuatannya. Esoknya, Andre berangkat sekolah seperti biasa. Dari gerbang sekolah ia melihat kerumunan siswa-siswi yang melihat pengumuman baru hasil rapat osis. Ia pun berjalan menuju kerumunan tersebut. Pengumuman itu berisi tentang apa-apa saja yang harus dikenakan dan dilakukan siswa di saat peringatan hari Kartini berlangsung.
Andre terkejut saat membaca pengumuman tersebut. Siswa diwajibkan memakai batik, dan siswi diwajibkan memakai kebaya. Belum lagi siswa-siswi harus berpasangan dan memberikan bunga mawar kepada guru wanita mereka. Menurut Andre itu terlalu berlebihan. Dan ia berencana hanya memakai kaus biasa saat acara tersebut. Ia juga tak mau ikut-ikutan berpasangan atau memberikan bunga mawar.
Ada yang Andre kurang setujui dari perjuangan seorang RA Kartini. Ia berpikir bahwa perempuan sebaiknya tak usah berpendidikan atau bersekolah. Menurutnya perempuan yang bersekolah menjadi egois dengan segala hal yang mereka miliki. Belum lagi sifat sok tahu ataupun tuntutan-tuntutan yang mereka berikan. Ia lebih suka melihat perempuan-perempuan menjadi penurut dan tak banyak tuntutan. Namun ia yakin pendapatnya akan banyak diprotes. Karena itulah ia merasa tak perlu mengatakannya pada siapapun.
Ia juga tak setuju dengan peringatan hari Kartini. Menurutnya tak penting dan terlalu berlebihan. Apalagi dengan acara yang ada di sekolahnya. Pahlawan yang diperingati hari lahirnya saja tak melihat, untuk apa dibesar-besarkan, begitu pikirnya.
Pagi hari ketika Andre sedang memasang sepatu, ibunya datang menghampirinya. Ibu Andre membawa sehelai baju batik berwarna cokelat yang masih terbungkus plastik bening. Andre terkejut dan tak mengerti apa maksud ibunya membawakan baju batik kepadanya. Kemudian ibunya berkata,
“Andre, ini baju batik untuk dipakai besok”
Andre terperangah dan kaget dengan apa yang dikatakan ibunya. Darimana ibunya tahu kalau ia harus pakai baju batik besok? Ia pun bertanya dengan pura-pura tidak tahu pada ibunya,
“Emangnya kenapa besok?”
Kening ibu Andre berkerut mendengar pertanyaan anaknya. Dan ia pun balik bertanya,
“Lho, bukannya besok hari Kartini? Kata Bu Lani kan anak-anak cowok disuruh pake batik”
Andre teringat guru Bahasa Indonesia nya, Bu Lani. Rupanya Bu Lani lah yang menceritakan kalau besok harus pakai baju batik. Ia tertangga Andre sekaligus teman ibunya. Bu Lani memang salah satu guru yang sangat antusias dengan hari Kartini. Ia juga tahu kalau Andre tak mau memakai baju batik untuk acara tersebut. Makanya Bu Lani memberitahu ibunya Andre agar Andre mau memakai baju batik. Ah…sial…keluh Andre dalam hati. Kemudian ia berkata,
“Ah nggak ah…Andre gak mau… Andre mau pake baju kaos aja besok”
“Eh…kog gitu…ibu kan udah susah-susah beliin. Pokoknya harus dipake”
“Nggak mau ah…ntar kayak bapak-bapak. Lagian hari Kartini kan untuk cewek.
Ngapain ikut-ikutan”
“Astagfirullahal’azim…Ngebantah terus. Sekali-sekali aja pake baju batik. Kan
cakep… pokoknya besok harus dipake!”
Setelah memberikan baju batik pada Andre, ibunya Andre langsung masuk ke dapur. Ia tak mempedulikan Andre yang masih tak setuju untuk memakai baju batik. Sesampainya di sekolah, Andre melihat Dani dan Rea yang lagi ngobrol di bangku panjang di depan kelas. Ia pun ikut duduk dan langsung bertanya pada Dani,
“Dan, lo pake baju batik ga besok?”
“Rencananya sih gue mau pake kaos aja. Tapi cewek gue dah beliin gue baju
batik. Gak enak kalo gak dipake” jawab Dani
“Hah?! Emang cewek lo siapa?” tanya Rea kaget
“Iva…”
“Waah…kacau lo, jadian gak bilang-bilang. Kasih tahu dong, traktir-traktir gue ama
Rea kek…” sambung Andre
“Iya deh…ntar lo pada gue traktir di kantin. Oh iya Dre, kenapa lo nanya gue pake
batik atau nggak?” tanya Dani
“Nggak…nanya aja”
“Emang besok lo pake batik atau nggak?” tanya Rea
“Gak tahu nih…tapi nyokap maksa gue pake batik. Gue mah ogah. Emangnya bapak-
bapak”
“Ye…Yang make batik bukan cuma bapak-bapak aja kali. Lo sih ketinggalan jaman.
Batik tu sekarang dah keren. Udah jadi tren malah” Rea menanggapi
“Ah gak asyik nih lo” kata Andre kesal sambil masuk ke kelas.
Karena paksaan ibunya akhirnya Andre memakai baju batik. Sesampainya di sekolah ia hanya duduk termenung di batu besar taman sekolah. Padahal acara peringatan hari Kartini dilaksanakan di lapangan upacara. Tiba-tiba sesosok perempuan datang dan bertanya padanya,
“Lho, Andre… kenapa duduk di sini? Gak ikutan dengan yang lain?”
Andre menoleh ke pemilik suara yang lembut itu. Ternyata Bu Lia yang bertanya padanya. Bu Lia adalah guru Agama Islam yang lembut dan ramah dalam mengajar. Andre menganggap Bu Lia sebagai orang tuanya di sekolah. Saat itu Bu Lia mengenakan baju kebaya biru muda dan jilbab putih polos.
“Nggak ah bu, males. Acaranya juga gak jelas” jawab Andre singkat
“Kog gak jelas? Memangnya kenapa?”
“Males aja. Acaranya terlalu berlebihan. Orang yang dibikin acaranya aja gak liat.
Mending gak usah ikutan”
Bu Lia tersenyum mendengar tanggapan Andre, kemudian ia berkata,
“Andre, acara ini bukan hanya untuk berterima kasih pada RA Kartini. Tapi juga hari
di mana perempuan dapat merasa bangga karena bisa lebih berperan atau berguna
bagi bangsa kita atau orang lain”
“Tapi bu, kalo menurut saya perempuan tu bagusnya kalau gak sekolah. Liat aja
perempuan sekarang, sok tahu, sok ngatur, banyak tuntutan lagi”
“Eeh…kog malah ngomong kayak gitu. Dre, tiap manusia kan wajib menuntut ilmu.
Bukan cuma laki-laki aja yang boleh. Kami juga ingin berilmu, biar gak mudah
dibodohi, dan mampu berpikir secara cerdas. Kami ingin lebih dihargai dengan
menunjukkan bahwa kami bukan kaum lemah yang bisa diinjak-injak”
Bu Lia menuturkan pendapatnya dengan halus pada Andre. Ia pun kemudian melanjutkan perkataannya,
“Memang, ibu akui ada perempuan yang terlalu banyak menuntut dan suka
mengatur sekarang. Tetapi lihat dulu apa yang kami tuntut Dre. Sebagai perempuan,
kami berhak menuntut hak dan menolak sesuatu yang tidak baik bagi kami. Kami
tidak mau dilecehkan, kami tak mau terus ditekan dengan kekerasan. Kami ingin
lebih berguna untuk orang-orang di sekitar kami”
Andre terdiam mendengar kata-kata Bu Lia. Ia terdiam sesaat, hingga akhirnya kembali bertanya,
“Terus perempuan-perempuan yang licik, manfaatin orang, dan kerjanya gak
bener gimana bu?”
“Dre, tiap manusia gak luput dari kesalahan, iya kan? Kalau itu mah tergantung
masing-masingnya”
Setelah terdiam beberapa saat, Bu Lia bertanya pada Andre,
“Masih pingin tetap di sini? Acara udah mau mulai tu”
“Iya deh bu, saya ikut ke lapangan”
Andre berjalan menuju lapangan tempat acara dilaksanakan. Ternyata acara baru akan dimulai. Begitu sampai di lapangan, ia melihat seseorang datang menghampiri dan memanggilnya,
“Andre, gimana menurut lo? Cocok gak?”
Andre tertegun melihat sosok perempuan yang memakai kebaya ungu muda di hadapannya. Setelah beberapa saat, barulah ia sadar bahwa yang ada di hadapannya adalah Rea. Rea terlihat cantik dan anggun dengan kebaya dan selendangnya. Karena Andre hanya terdiam, akhirnya Rea kesal dan berkata,
“Iya, iya… gue tahu gue gak cocok pake kebaya”
“Ng… Nggak kok” jawab Andre masih terbengong
“Haaah?! Beneran?”
“Nggak… Maksud gue nggak cocok banget…hahaha…”
Rea menjadi benar-benar kesal dengan Andre. Kemudian ia kembali berkata,
“Tuh kan, lo gak pernah dukung gue. BeTe tahu nggak gue ama lo”
“Sorry deh Re, eh, lo dah dapat pasangan belom?”
“Belom sih…”
“Ya udah, lo jadi pasangan gue aja”
“Mau sih… Tapi gue masih kesal sama lo”
Andre tertawa mendengar tanggapan Rea. Ia pun minta maaf dan berjanji tak akan mengejek Rea lagi. Sebagai tanda permintaan maaf, ia memberikan jam tangannya pada Rea. Rea memang sudah lama mengincar jam tangan yang selalu dipakai Andre. Mereka pun mengikuti acara hari Kartini sampai selesai.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar